MENYENTUH AWAN di BUTHAK MOUNTAIN
Buthak merupakan salah satu tujuan dari pada program
kerja Pendakian Wajib oleh kepengurusan MAHAPALA 2015/2016. Selain Gunug Buthak,
lokasi lainya adalah Gunung Penanggungan dan Gunung Panderman. Dari rangkaian Pegunungan Buthak-Kawi-Panderman. Gunung Buthak terletak paling kanan.
Apabila
dilihat dari kejauhan, maka gunung ini nampak seperti seorang putri yang sedang
tidur, sehingga tidak sedikit yang menyebut Gunung Buthak sebagai gunung Putri
(tidur). Karakteristik Gunung Buthak adalah gunung
stratovolcano yang terletak di Jawa Timur,
Indonesia.
Gunung Buthak terletak berdekatan dengan Gunung Kawi.
Tidak diketemukan catatan sejarah atas erupsi
dari Gunung Buthak sampai saat ini. Gunung ini berada pada posisi
-7,922566˚ dan 112,451688˚ dengan ketinggial 2.868 mdpl(9,409 ft).
Diawali dengan semangat membara untuk mendaki, kami para
AM (Anggota Muda) mulai menyusun persiapan pendakian menuju ke Gunung Buthak.
Dilanjutkan mentoring pembukaan oleh mentor kelompok kami dan Ketua Umum MAHAPALA
pada malam harinya guna memberi bekal kepada kami sebagai persiapan sebelum
mendaki esok. Sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan kami para AM banyak yang belum
pernah mendaki sebelumnya, maka pembekalan yang matang mengenai persiapan fisik,
mental bahkan manajemen logistik adalah sangat diperlukan.
Malang, 28 November 2015.
Dimulai dengan sarapan bersama pada pukul 6 pagi, kami
mulai menyantap makanan yang sudah kami siapkan sejak subuh. Setelah makan, packing
kembali dilakukan untuk checklist kelengkapan barang selama kurang lebih
setengah jam. Hingga pada pukul 06.50 kami bersama sang mentor, Si Matung mulai
bersiap untuk berkumpul di lapangan depan sekretariat MAHAPALA. Setelah banyak
dari kami dan para pengurus pendamping pendakian berkumpul, kegiatan mentoring
pun kembali dilanjutkan. Absen kelengkapan anggota, kesiapan bekal dan
pemantapan tekad. Dilanjutkan sesi do’a bersama dan diakhiri dengan mengambil
posisi 1 seri seluruh anggota termasuk mentor dan pembimbing. Barulah pada
pukul 07.15 tepat, kami berangkat. Pemberangkatannya yaitu, kami berjalan kaki
mulai dari kampus menuju terminal Landungsari. Dari terminal Landungsari, kami menaiki
mikrolet sampai di Dusun Srebet, Pesanggrahan Batu
tepatnya di depan villa Hollanda. Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan berjalan
kaki sampai lokasi tiket masuk pendakian Gunung Panderman – Buthak. Sepanjang
perjalanan dari turunnya angkot sampai lokasi tiket, kami bebarengan dengan
banyak anggota dari tentara muda yang tengah latihan mendaki pula namun tujuan
mereka adalah gunung Kawi. Meski tujuan kami berbeda, namun sepanjang
perjalanan mereka (read : para tentara) membagi semangatnya dan terus menerus
meneriaki kami untuk tetap semangat agar tetap kuat sampai ke puncak. Tak
banyak dari kami yang ikutan menanjak sambil berlari sebagaimana mereka, kami
tetap berjalan biasa sambil tertawa kelelahan. Hahaha.
Tepat pukul 09.00 kami
telah sampai di lokasi tiket masuk pendakian dan memutuskan untuk istirahat sekitar
setengah jam untuk menunggu kelengkapan para anggota yang masih berjalan di
belakang, kemudian minum dan menuntaskan kebutuhan di kamar mandi. Tidak lupa
kami membayar tiket masuk pendakian Buthak. Setelah tuntas bersiap, kami pun
mulai menapakkan kaki menuju altar pendakian Gunung Buthak pada pukul 09.36
WIB. Sepanjang perjalanan, kami bercanda ria, berlari, tergopoh gopoh, tak lupa
berfoto dengan OPA (Organisasi Pecinta Alam) lain, bercerita sepanjang jalan
dan lain lain. Sekitar pukul 11.36 kami memutuskan untuk menyelonjorkan kaki
guna melepas lelah sambil berkumpul dengan para Mapala dari OPA (Organisasi
Pecinta Alam lain), salah satunya dari UNITRI (WANAPALA). Sembari menunggu
anggota kelompok kami yang masih dibelakang, kami memakan sedikit dari
persediaan logistik dan bercengkrama dengan anggota WANAPALA mengenai tujuan
pendakian mereka (read WANAPALA) kala itu. Ternyata tujuannya adalah sama,
yaitu pelatihan pendakian wajib kepada para AM mereka. Tak hanya ngobrol buta, mereka para Senior WANAPALA juga memberi
semangat kepada kami para AM untuk lebih giat lagi dalam mendaki. Meski
diantara mereka hanya memakai sandal jepit, tapi kecepatan mendaki mereka lebih
cepat dari pada kami. Sehingga mereka memberi slogan, “ kita adalah para lelaki
tenaga kuda berhati ayam. Jika kalian tetap loyo terus, berarti kalian robot
yang dipaksa mendaki “, sontak kami semua termenung diantara gelagak tawa, merenung
bahwa mendaki pun tak hanya tentang perjalanan fisik, namun juga perjalanan
hati. Hanya para pendaki yang memiliki tekad kuat dalam hatinya yang akan
sampai puncak.
Gambar 1 . Berfoto dengan OPA dari UIN
Malang
Gambar 2. Berfoto dengan salah satu anggota
Tentara
Tak lama setelah banyak ngobrol dengan mereka para
senior WANAPALA, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan terlebih
dahulu. Sedangkan kami memilih untuk menunggu anggota kami lengkap terlebih
dahulu sebelum melanjutan perjalanan. Akhirnya tidak lama setelah itu, anggota
kelompok kami yaitu si Mente dan Centol didampingi Babi, Erik dan Anjing tiba.
Hanya sekitar 5 menit menuntaskan keletihan mereka sejenak, akhirnya pukul
12.13 kami melanjutkan perjalanan. Diawali dengan si Hargap memimpin perjalanan,
kami kembali mendaki dengan pelan namun lebih pasti. Sepanjang perjalanan kami
saling menyemangati satu sama lain, terutama sang mentor yang terus memberi
semangat agar terus berjalan meski pelan.
Langkah yang semakin berat, medan yang nampak
semakin jauh, peluh yang mengucur deras mengalir ke dagu dan doa yang terus
terulur menemani perjalanan kami selama pendakian ini. Sejauh ini pemandangan yang banyak Nampak disepanjang
trek pendakian Gunung Buthak via Panderman adalah pepohonan yang tumbang, rumput
yang kering dan perbukitan kecil menggagas dekat. Kami mengira sepanjang
perjalanan pendakian ini pemandangannya akan selalu demikian. Ternyata
prasangka itu salah ketika kami memasuki sebuah wilayah hutan yang sangat
rimbun, pohon pohon gagah yang dibalut lumut segar, kacang dan tupai yang
berlarian, suara kalajengking yang mengikik pelan, rumput liar merayap yang
bercabang keras dan tanaman kurus lebat yang membentuk terowongan panjang. Ternyata
kami tengah berada di kawasan Hutan Lindung. Trek asik nan indah itu menjadi
tak begitu akrab dan semakin menantang ketika tiba-tiba hujan mengguyur deras. Dengan
tergesa-gesa kami mengenakan mantel, rain drop bag, dan ada juga yang
mengeluarkan matras untuk berteduh. Hujan yang mengguyur deras tetap memantapkan
tekad kami untuk terus melanjutkan perjalanan. ditemani kilat yang terus berkedip
terang dan petir yang tiada henti menggelegar, tiada yang paling ampuh selain
meningkatkan kewaspadaan, terus berdo’a dan saling memberi intruksi satu sama
lain agar semakin hati-hati. Dianjurkan apabila di medan terbuka seperti ini
kita menduduki batu ataupun kayu, guna mengurangi resiko terkena petir.
Sekitar 20 menit sudah kami terguyur hujan. Hingga
pada pukul 14.30 WIB., hujan mulai reda. Pakaian yang sudah terlanjur basah
kuyub, tenaga yang semakin lunglai, mengantarkan kami di peristirahatan kedua.
Disana kami kembali bertemu dengan OPA lain yang juga basah kuyub. Disana pula
kami banyak menemui pohon yang tumbang dan mengeluarkan asap. Melihat
pemandangan itu, termenung dalam benak kami seberapa lama waktu yang diperlukan
sebuah pohon untuk tumbuh gagah hanya untuk tumbang dan berakhir sia sia dalam
sekejap saja.
Perjalanan pun dilanjutkan pada pukul 14.50 WIB.
Di tiga perepat perjalanan, kami seolah-olah mulai
menyentuh awan. Dekapan udara yang lembab seolah mendekap mata dan kulit yag
berkeringat. Kaki terasa semakin berat dan trek tanjakan yang seolah akan usai
ternyata hanya ilusi. Perjalanan yang tersisa adalah tanjakan tanjakan dengan
cahaya remang berselimut kabut awan. Belum lagi dingin yang semakin menusuk
tulang. Hari semakin petang. Satu dua dari kami mulai berjalan renggang. Salah
satu hal yang kami pelajari dari sebuah pendakian adalah meskipun wajah para
pendaki tampak lelah namun tak ada satupun wajah dari seorang pendaki yang
putus asa. Lelah namun tetap mendaki seolah menunjukkan bagaimana optimisnya
para pendaki.
Jalan terus menanjak hingga menyudut kecil
dipinggiran bukit seolah menapak di pinggiran tebing. Hingga pada pukul 17.28
WIB trek yang kami lewati semakin lebar dan tanjakan mulai datar sampai kami
berdiri tegak menghadap hamparan rumput tinggi bergoyang yang begitu luas.
Goyangan karena angin yang galak menampari wajah kami yang membeku, seolah menyadarkan
kami dan berbisik lembut, “ Selamat datang di padang SAVANA Buthak sam !!! “.
Hahaha.
Gambar 3. Padang Savana Buthak
Gambar 4. View keren Savana Buthak
dari puncak
Sampai di Savana, tampak pendaki lain telah
medirikan tenda disana. Maka kami pun segera mencari lokasi Camp agar segera
beristirahat. Seperempat jam mendirikan tenda dan sekitar seperempat jam
selanjutnya, sebagian dari anggota kami baru tiba di padang Savana. Selanjutnya,
kami pun menghabiskan malam dengan menikmati kopi, menyantap nasi dan lauk
seadanya, bercengkrama, hingga akhirnya kami semua tertidur dalam tenda.
Diantara kami berenam belas, kami mendirikan 2 tenda. Satu tenda kapasitas 8 –
10 orang dan tenda kecil kapasitas 4 – 6 orang. Rencana kami selanjutnya adalah
mendaki puncak Buthak pada esok pagi pukul 03.00 WIB.
Padang Savana Buthak,
Minggu, 29 November 2015
Tepat Pukul 02.30 , kami mulai saling membangunkan
untuk bersiap muncak. Meski dingin menusuk tulang bercampur angin kencang,
namun rencana kami untuk mendapatkan sunrise puncak Buthak. Tepat pukul 03.15
WIB kami pun mulai berangkat. Seperti dugaan kami, keringat kami adalah
pelindung dingin terampuh yang diciptakan Tuhan kala mendaki.
Pukul 04.30 kami telah tiba di Puncak. Kelegaan luar
biasa kami rasakan. Pendaki lain yang telah tiba di puncak sebelumnya telah
asik menikmati kopi, berfoto ria, dan ada yang mendirikan sholat subuh. Sungguh
romantis. Kami pun menunggu kehadiran sang sun rise dengan duduk duduk santai
mengagumi ciptaan sang pencipta, memasak air, makan mie dan minum kopi, dan bercengkrama
dengan OPA lain. Setelah puas menikmati puncak, melepas lelah total, kami pun
turun kembali menuju padang savana pada pukul 07.00 WIB. setiba di savana sekitar
pukul 08.15 WIB, kami langsung menyiapkan sarapan. Mulai memasak nasi, mie dan
air sebelum kembali turun. Sedangkan yang lain mulai packing, berkemas mulai
dari peralatan tenda dan mengumpulkan sampah untuk turut dibawa turun. Setelah
menikmati sarapan pagi, kami briefing sebentar bersama mentor dan para
pendamping pengurus mengenai kegiatan sejauh ini. Selang 20 menit kami pun
berdoa bersama untuk bersiap turun. Barang selesai dipacking, sampah bersih
dikumpulkan, anggota lengkap, akhirnya pada pukul 09.25 kami pun mulai
melangkahkan kami turun dari sang cantik Buthak.
Gambar 5. Berfoto di puncak
Gambar 6. Berfoto ria bersama OPA lain
Gambar 7. Semangat para AM di puncak
meski mukanya kusut
Perjalanan turun ternyata tidak selama yang
diperkirakan sebelumnya. Hanya membutuhkan waktu 3 setengah jam kami telah tiba
di loket masuk pendakian. Beristirahat di sebuah rumah sekitar loket masuk,
kami memutuskan untuk membeli logistik di warung. Pelajaran yang dapat kami
petik pada perjalanan pendakian ini adalah, semakin kita letih berjalan berarti
kita semakin dekat dengan tujuan. Maka tak seharusnya semakin jauh kita
berjalan kita semakin putus asa, namun seharusnya kita semakin semangat dan
yakin.
Gambar 8. Trek turun dari puncak yang
seru
Gambar 9. Bersama mata Sunrise yang
sipit
Komentar
Posting Komentar